Air mineral adalah
air yang mengandung mineral atau bahan-bahan larut lain yang mengubah rasa atau
memberi nilai-nilai terapi. Banyak kandungan Garam, sulfur, dan gas-gas yang
larut di dalam air ini. Air mineral biasanya masih memiliki buih. Air mineral
yang kami kirimkan bersumber dari mata air gunung salak bogor.
Proses pengiriman mencakup
truk tangki:
- Truk Tangki Air
Minum 8000 Liter
- Truk Tangki Air
Minum 16000 Liter
- Truk Tangki Air
Minum 20000 Liter
- Truk Tangki Air
Minum 32000 Liter
- Truk Tangki Air
Minum 36000 Liter
Truk kami disiapkan
dengan 20 meter selang yang disertakan dalam pengiriman. Jika diperlukan, kami
bisa menambahkan lebih banyak selang seperlunya, tergantung dari lokasi. Semua
unit armada truk tangki dilengkapi dengan pompa, mengurangi waktu muat dan
membiarkan truk diturunkan dalam waktu sekitar 15 menit. Dengan menggunakan
beberapa metode pengiriman, selang dan pompa, kita belum menemukan pekerjaan
yang tidak dapat kita servis.
Proses Pengolahan Air Mineral (Air Baku) menjadi Air Minum
Sistem penyedian air
bersih memerlukan air baku yang jumlahnya sebanding dengan kebutuhan air.
Instalasi pengolahan air yang memanfaatkan air permukaan sebagai air baku harus
memperhatikan kualitas dari air baku yang digunakan karena semakin buruk kualitas
air baku yang digunakan, semakin sulit pengolahan yang harus dilakukan untuk
mendapatkan air yang sesuai baku mutu air bersih atau air minum. Pada umumnya,
sumber air baku dari air permukaan harus diperhatikan segi kekeruhan dan segi
mikrobiologisnya. Kondisi air baku yang buruk menyebabkan biaya pengolahan yang
dibutuhkan semakin tinggi karena bahan kimia yang diperlukan akan semakin
banyak atau bahkan diperlukan unit pengolahan yang baru untuk menjaga agar
kualitas air sesuai dengan baku mutu.
Baku mutu yang
digunakan untuk kualitas air minum di Indonesia adalah Peratuan Menteri
Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002. Jika air minum yang diproduksi tidak
memenuhi baku mutu, harus dilakukan pengolahan lanjutan untuk memastikan air
tersebut aman untuk dikonsumsi. Pengolahan air baku secara umum dilakukan
melalui proses fisika dan proses kimia atau kombinasi antara kedua proses
tersebut. Proses pengolahan dan unit-unit pengolahan yang digunakan harus
disesuaikan dengan kualitas air baku, polutan yang harus disisihkan, dan tujuan
dari penggunaan air hasil pengolahan.
1. Pengolahan Fisik
Prinsip
pengolahan air secara fisika adalah menggunakan proses penyaringan dan
gravitasi. Pengolahan fisika pada umumnya digunakan untuk menghilangkan kekeruhan
yang disebabkan oleh partikel-partikel terlarut dalam air baku.
1.1. Sedimentasi
Sedimentasi
merupakan unit yang berfungsi memisahkan padatan dan cairan dengan menggunakan
pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersusupensi yang terdapat
dalam cairan tersebut (Reynols, 1982). Untuk kondisi air baku dengan kekeruhan
yang tinggi (>1000 mg/l), sebelum unit sedimentasi terdapat unit lain yaitu
unit pra-sedimentasi yang berfungsi untuk mengendapkan partikel tersuspensi
dalam air, sehingga unit sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan
partikel-partikel yang tidak terendapkan dalam unit prasedimentasi serta
flok-flok yang terbentuk setelah melalui proses koagulasi dan flokulasi.
Aplikasi
utama dari sedimentasi pada instalasi pengolahan air minum adalah :
- Pengendapan awal dari air permukaan sebelum
pengolahan menggunakan saringan pasir cepat.
- Pengendapan air yang telah melalui proses
koagulasi dan flokulasi sebelum memasuki unit saringan pasir cepat.
- Pengendapan air yang telah melalui proses
koagulasi dan flokulasi pada instalasi yang menggunakan sistem pelunakan
air oleh kapur-soda.
- Pengendapan air pada instalasi pemisahan
besi dan mangan.
Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi berfungsi untuk
mengendapkan flok-flok yang dibentuk pada proses koagulasi dan flokulasi. Agar
pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi berjalan dengan baik, terdapat
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi menyangkut karakteristik aliran dalam
bak sedimentasi yang akan dibangun. Untuk mencapai pengendapan yang baik,
bentuk bak sedimentasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga karakteristik
aliran di dalam bak tersebut memiliki aliran yang laminar dan tidak mengalami
aliran mati (short-circuiting).
Bak
sedimentasi pada umumnya terbuat dari konstruksi beton bertulang dengan bentuk
bulat maupun persegi panjang. Terdapat tiga konfigurasi utama untuk bak
sedimentasi, yaitu :
- Bak persegi panjang dengan aliran horizontal
- Bak sedimentasi dengan aliran vertikal
- Clarifier dengan
aliran vertikal
1.2. Filter Karbon
Karbon
aktif dengan media granular (Granular Activated Carbon) merupakan proses
filtrasi yang berfungsi untuk menghilangkan bahan-bahan organik, desinfeksi,
serta menghilangkan bau dan rasa yang disebabkan oleh senyawa‑senyawa organik.
Selain untuk menyisihkan senyawa-senyawa organik, karbon aktif juga dapat
digunakan untuk menyisihkan partikel-partikel terlarut.
Prinsip pengolahan karbon aktif
adalah mengadsorbsi bahan-bahan pencemar menggunakan media karbon. Proses
adsorbsi yang berlangsung dalam karbon aktif tergantung pada luas permukaan
media yang digunakan dan berhubungan dengan luas total pori-pori yang terdapat
dalam media. Untuk mengefektifkan proses adsorbsi, diperlukan waktu kontak yang
cukup antara permukaan media dengan air yang diolah sehingga zat-zat pencemar
dapat dihilangkan secara efisien. Jika waktu kontak tidak mencukupi, alternatif
lain yang bisa dilakukan adalah menaikan luas permukaan media menggunakan media
dengan ukuran yang lebih kecil. Zat-zat dalam air yang teradsorbsi biasanya
berupa senyawa organik (menyebabkan bau dan rasa yang tidak diinginkan), trihalometane, serta Volatile Organic coumpunds (VOCs).
Dalam
instalasi pengolahan air minum, pengolahan menggunakan karbon aktif dilakukan
sebelum proses ozonisasi karena secara umum unit pengolahan karbon aktif tidak
dapat menyisihkan mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri. Selain itu,
karbon aktif juga tidak efektif dalam menyisihkan kalsium (Ca) dan magnesium
(Mn) yang menimbulkan kesadahan pada air, flour dan nitrat.
Media yang digunakan dalam unit
pengolahan karbon aktif dapat berupa arang kayu, batok kelapa dan batubara.
Media yang sering digunakan dalam unit karbon aktif adalah batubara yang telah
diproses melalui proses pembakaran dengan temperatur sedang dalam kondisi
anaerob sehingga diharapkan batubara tidak terbakar tetapi mengalami perubahan
menjadi material karbon yang berpori-pori (porous). Batubara
yang dihasilkan dari proses ini diaktifkan melalui proses pemanasan dengan uap
air dan udara pada temperatur 1500 oF. Proses
aktifasi ini akan mengoksidasi permukaan dan pori-pori media.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam desain unit pengolahan karbon aktif ini
adalah debit pengolahan dan headloss yang tersedia, senyawa-senyawa organik yang
terdapat dalam air baku, media yang digunakan, ukuran media karbon aktif,
kecepatan filtrasi, waktu kontak, dan waktu pembersihan media karbon aktif.
Media karbon aktif harus dibersihkan atau di regenerasi kembali dalam waktu
tertentu karena media ini akan mengalami keadaan jenuh dimana kemampuan media
untuk mengabsorbsi senyawa-senyawa organik dan polutan akan berkurang. Proses
regenerasi karbon aktif ini dilakukan dengan tiga cara yaitu penguapan,
pemanasan dan penggunaan bahan kimia.
1.3. Membran
Filtrasi
adalah proses pemisahan padatan dan larutan, dimana larutan dilewatkan melalui
suatu media berpori atau materi berpori lainnya untuk menyisihkan partikel
tersuspensi yang sangat halus sebanyak mungkin. Proses ini digunakan pada
instalasi pengolahan air minum untuk menyaring air yang telah dikoagulasi dan
diendapkan untuk menghasilkan air minum dengan kualitas yang baik. Filtrasi
dapat dilakukan menggunakan beberapa jenis filter, antara lain : saringan pasir
lambat, saringan pasir cepat, atau dengan menggunakan teknologi membran.
Pada awalnya filtrasi menggunakan
membran merupakan unit pengolahan air alternatif untuk menggantikan filtrasi
pasir lambat (slow sand filtration). Dengan kemajuan yang sangat
pesat dari teknologi ini, terutama dari penurunan biaya operasional dan
instalasinya, membran semakin banyak digunakan dalam instalasi pengolahan air
terutama untuk insatalasi pengolahan air yang bertujuan menghasilkan air layak
minum. Keunggulan utama membran dibandingkan filtrasi pasir lambat adalah unit
pengolahan yang dibutuhkan mempunyai ukuran yang lebih kecil, kapasitas
pengolahan lebih besar, serta mampu menghasilkan air layak minum. Secara umum
sistem membran dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu Reverse osmosis (RO), Elektrodialisis (ED), Ultrafiltrasi (UF), dan Mikrofiltrasi
(MF).
Hubungan antara jenis membran, jari-jari lubang membran dan tekanan kerja
membran diterangkan pada tabel 2.7.
Tabel 2.7 Jenis-jenis Membran
Jenis Membran
|
Jari-jari Lubang (micron)
|
Tekanan Kerja (psi)
|
Reverse osmosis
|
0.0006
|
>500
|
Elektrodialisis
|
0.001
|
Menggunakan
potensial listrik
|
Ultrafiltrasi
|
0.002-0.1
|
30-100
|
Mikrofiltrasi
|
0.03-10
|
15-60
|
Sumber: Susumu kawamura, Integrated
Design Of Water Treatment Facilities,1991
Media yang digunakan untuk pembuatan filter membran tersedia
dalam berbagai jenis material dan metoda pembuatannya. Media yang digunakan
dapat digolongkan menjadi media absolut dan media nominal, tergantung dari kemampuannya untuk menahan partikel yang
mempunyai ukuran sama atau lebih besar dari ukuran lubang pada media. Filter
Membran biasanya digolongkan sebagai media absolut yang dapat dibuat menggunakan berbagai macam bahan polimer,
logam, dan keramik. Media nominal biasanya dibuat menggunakan bahan dari serat kaca (fiber glass), serat polimer, dan
keramik.
Berdasarkan struktur lubang medianya, filter membran dibedakan
menjadi dua, yaitu membran tipis (screen membrane) dan membran tebal (depth membrane). Membran tipis mempunyai lubang (pore) dengan bentuk lingkaran yang sempurna atau hampir sempurna.
Lubang-lubang tersebut tersebar secara acak pada permukaan membran. Membran ini
dibuat melalui proses pelubangan media menggunakan penembakan electron (nuclear track) dan proses
penggoresan (etch process). Membran tipis pada
umumnya digunakan pada proses analisis gravimetri, sitologi, analisis
partikulat, analisis aerosol, dan penyaringan darah.
Filter membran tebal mempunyai struktur permukaan yang tidak
beraturan, tampak kasar jika dilihat dengan perbesaran dan lubangnya (pore) terlihat lebih besar
daripada karakteristik lubang yang seharusnya. Filter membran tipe ini dibuat
dari berbagai jenis polimer melalui proses pencetakan. Bahan utama yang sering
digunakan dalam pembuatan filter membran adalah ester selulosa. Selulola
membran dibuat dengan cara melarutkan ester selulosa dalam pelarut organik,
ditambah beberapa bahan kimia untuk memperbaiki karakteristik. Setelah itu,
larutan ini dicetak dengan ketebalan 150 mm. Selama proses pencetakan, pelarut
akan mengalami penguapan dan filter membran akan mengering serta membentuk
stuktur lubang yang tidak beraturan. Membran tebal biasa digunakan untuk proses
sterilisasi larutan, kultur mikroorganisme, dan lain sebagainya.
1.3.1.
Mikrofiltrasi (MF)
Tujuan utama dari pengolahan mikrofiltrasi adalah menyisihkan partikel-partikel pencemar dengan
diameter lebih besar dari 0,5 mikron. Salah satu kegunaan mikrofiltrasi dalam teknik
lingkungan adalah mengisolasi coliform dari contoh air yang diteliti. Mikrofiltrasi juga dapat digunakan untuk menyisihkan partikulat di udara
yang akan digunakan sebagai bahan baku generator ozon. Membran MF dapat dibuat
dari berbagai macam material termasuk selulosa asetat. Besarnya pori-pori
filter membran berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 0,45 mikron.
1.3.2.
Ultrafiltrasi (UF)
Ultrafiltrasi menggunakan membran
dengan ukuran pori lebih kecil dari 0,1 mikron dan gaya tekan berkisar antara
30 sampai 90 Psi. Ultrafiltrasi dapat digunakan
untuk menyisihkan bakteri, virus, koloid, dan senyawa-senyawa organik yang
mempunyai molekul berukuran besar. Beberapa jenis membran ultrafiltrasi dapat dibersihkan
dengan melakukan backwash. Kecepatan proses filtrasi dapat berkurang karena
adanya bahan-bahan tersuspensi yang disisihkan akibat proses filtrasi dan
polarisasi konsentrasi. Akibat adanya akumulasi kontaminan pada permukaan
membran, menyebabkan penurunan kualitas larutan yang diolah serta memperbesar
gaya tekan yang dibutuhkan. Dalam bidang
kesehatan, proses UF dapat digunakan untuk memisahkan plasma
darah dan sel darah merah. Dalam industri, proses UF sering digunakan untuk
menyisihkan substansi tertentu dalam air buangan, meningkatkan konsentrasi
emulsi, dan meningkatkan konsentrasi suspensi makromolekular seperti polyvinyl alkohol.
1.3.3.
Elektrodialisis (ED)
Dalam elektrodialisis, filter membran yang digunakan tidak permeable untuk air tetapi permeable bagi kation dan
anion. Filter membran yang sering digunakan dalam proses elektrodialisis adalah
filter yang dibuat dari hydrated cellophan dan media lain yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran
pori-pori membran.
Walaupun dialisis jarang digunakan dalam
bidang pengolahan air dan pemurnian air, terdapat beberapa industri yang
memanfaatkan teknologi ini untuk mengolah air buangan. Membran mampu berfungsi
sebagai penukar kation dan anion, dimana larutan yang akan diolah dilewatkan
diantara anoda dan katoda. Ruang antara katoda dan anoda dibuat sekecil mungkin
untuk meminimalisasi pemakaian energi listrik. Ketika arus listrik searah
dilewatkan pada anoda dan katoda, terjadi perpindahan anion ke anoda dan kation
ke katoda. Karena pada satu membran hanya berfungsi untuk anion atau kation
saja, maka diperlukan dua membran untuk memisahkan kation dan anion.
Efisiensi dari elektrodialisis akan berkurang jika terjadi
polarisasi konsentrasi serta timbulnya endapan yang menempel pada permukaan
membran. Hal ini mengakibatkan kenaikan tegangan listrik yang diberikan untuk
mempertahankan kualitas air yang diinginkan. Untuk mengolah air baku,
diperlukan pengolahan pendahuluan untuk menghilangkan senyawa organik, besi,
dan kekeruhan. Hal ini disebabkan air baku mengandung molekul yang tidak
memiliki ion, seperti senyawa organik dan koloid, dimana molekul-molekul
tersebut akan tetap berada dalam air hasil pengolahan.
1.3.4.
Reverse Osmosis (RO)
Osmosis merupakan
perpindahan air dari larutan berkonsentrasi rendah menuju larutan dengan
konsentrasi yang lebih tinggi melalui lapisan semipermeable hingga terjadi kesetimbangan tekanan osmosis. Reverse osmosis diartikan
sebagai perpindahan pelarut dari larutan, melalui membran semipermeable di bawah
tekanan, ke pelarut murni atau larutan yang lebih encer pada tekanan yang lebih
rendah. Tekanan yang diberikan pada larutan yang lebih pekat memungkinkan
pelarut untuk berpindah ke larutan yang lebih rendah konsentrasinya. Dalam reverse osmosis, filter membran
berfungsi sebagai lapisan semipermeable yang melewatkan pelarut dan menahan molekul-molekul
terlarut. Tekanan yang diperlukan untuk proses reverse osmosis tergantung pada
konsentrasi senyawasenyawa dalam pelarut, biasanya lebih besar dari 500 psi. Reverse osmosis disebut juga
hiperfiltrasi yang merupakan filtrasi paling bagus yang ada sampai saat ini. Reverse osmosis mampu
menyisihkan partikel sampai ukuran ion dalam larutan.
1.3.5. Arus Silang (Cross
Flow)
Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan membran adalah
akumulasi substansi pada permukaan membran dan/atau lubang-lubang pada membran (pores) yang dapat
menyebabkan penurunan kemampuan membran. Keadan ini disebut sebagai membrane fouling (tertutupnya pori-pori
membran). Substansisubstansi tersebut dapat berupa koloid dan partikel
tersuspensi, zat-zat organik, garam terlarut, dan organisme biologi. Untuk
mengurangi dampak dari terjadinya membrane fouling, membran dibuat dengan sistem arus silang (crossflow). Dengan sistem ini,
cairan yang akan dimurnikan dialirkan sejajar dengan permukaan membran dan
tekanan diberikan tegak lurus dengan arah aliran cairan. Gambar 2.2
memperlihatkan proses terjadinya arus silang.
1.4. Ultra Violet (UV)
Proses desinfeksi pada pengolahan air minum dapat menggunakan
sinar ultra violet(UV).
Gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 200 nm – 300 nm (disebut
UV-C) dapat membunuh bakteri, spora, dan virus. Panjang gelombang UV yang
paling efektif dalam membunuh bakteri adalah 265 nm.
Mekanisme kerja UV adalah melepaskan poton yang akan diserap
oleh DNA mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan DNA sehingga proses
replikasi DNA akan terhambat. Pada keadaan ini, mikroorganisme akan mati secara
perlahan karena tidak dapat mengatur metabolisme sel dan tidak dapat berkembang
biak. DNA yang tersusun dari rantai dasar nitrogen berupa purine dan pyrimidine dimana purine terdiri
dari adenine dan guanine, sedangkan pyrimidine terdiri
dari thymine dan cytosine. Dalam
proses penyerapan poton oleh DNA, energi yang dimiliki oleh poton akan
mengakibatkan terputusnya rantai hidrogen yang menghubungkan antara thymine dan cytosine yang
mengakibatkan kerusakan DNA.
Dosis UV yang diberikan dapat dihitung dengan perkalian antara
intensitas poton yang diberikan dengan lamanya waktu pemaparan yang diberikan.
Satuan yang digunakan adalah mJ/cm2. Dalam
pengolahan menggunakan UV dikenal D10 yang
didefinisikan sebagai dosis yang dibutuhkan untuk mengurangi mikroorganisme
hingga 90% dari total mikroorganisme dalam air yang diolah. Tabel 2.8
menunjukkan hubungan antara dosis UV dan penyisihan bakteri E.coli dalam
air.
Tabel 2.8 Dosis UV terhadap Jumlah E.Coli dalam
Pengolahan Air
Dosis Uv (mJ/cm2)
|
Pengurangan jumlah E.coli
|
5.4
|
90 %
|
10.8
|
99 %
|
16.2
|
99.90 %
|
21.6
|
99.99 %
|
Sumber : Hanovia Ltd. Jerman
Sinar UV dihasilkan dari lampu UV yang pada dasarnya hampir sama
dengan lampu fluorescent (lampu
neon). Tabung lampu diisi dengan gas inert, biasanya argon dan merkuri, dengan
jumlah terbatas. Berdasarkan tekanan dalam tabung, lampu UV dibedakan menjadi 2
yaitu lampu UV bertekanan rendah (Low Pressure UV) dan
lampu UV bertekanan sedang (Medium
Pressure UV). Perbedaan tekanan dalam tabung lampu akan berpengaruh
pada gelombang elektromagnetik yang dihasilkan.
1.4.1. Lampu UV bertekanan rendah (Low
Pressure UV)
Lampu UV bertekanan rendah (Low
Pressure UV) merupakan lampu UV yang sering digunakan dalam sistem
UV dan merupakan sumber UV yang paling lama digunakan. Lampu ini mempunyai
tegangan kerja sebesar 120 volt sampai 240 volt. Tekanan udara dalam lampu
kurang dari 10 Torr (1 Torr = 1,316 x 10-3 atm). Spektrum elektromagnetik yang
dihasilkan dari lampu jenis ini sebesar 253 nm. Temperatur optimal operasi dari
lampu UV bertekanan rendah adalah 15 oC. Temperatur ini makin berkurang dengan pertambahan
suhu lampu. Lampu ini tidak dianjurkan untuk digunakan dalam pengolahan air
yang tidak mengalir secara kontinyu karena akan mengurangi efektifitas
pengolahan seiring dengan kenaikan suhu lampu dan pengurangan poton yang
dikeluarkan oleh lampu. Unit pengolahan UV dengan lampu bertekanan rendah
dianjurkan untuk mengolah air dengan debit yang kecil. Lampu UV dengan daya 65
watt mampu mengolah air dengan debit 2.5 liter per detik. Ketika diperlukan
penambahan debit, dibutuhkan penambahan lampu UV untuk menjaga kualitas air
hasil pengolahan.
1.5.
Lampu UV bertekanan sedang (Medium
Pressure UV)
Lampu UV bertekanan sedang (Medium
Pressure UV) mempunyai tekanan udara dalam tabung sekitar 102 sampai dengan 104 Torr. Lampu ini mempunyai berbagai macam
bentuk dengan bentuk umum yang sering digunakan adalah lampu tabung dengan
bentuk melingkar (arc tube). Rentang
spektrum gelombang elektromagnetik yang dihasilkan dari lampu UV bertekanan
sedang cukup besar, yaitu antara 200 nm sampai dengan 280 nm. Daya listrik yang
diperlukan untuk mengoperasikan unit UV ini sangat besar, yaitu antara 0,4 kW
sampai dengan 7 kW. Lampu UV bertekanan sedang mampu beroperasi sampai
temperatur antara 600 oC – 900 0C. Unit pengolahan UV menggunakan lampu bertekanan
sedang dianjurkan untuk instalasi pengolahan air yang mempunyai debit
pengolahan yang besar, hingga mencapai 170 lt/dtk, hanya dengan menggunakan
satu lampu UV. Karena kemampuannya untuk menghasilkan spektrum gelombang
elektromagnetik yang cukup besar, unit pengolahan UV menggunakan lampu UV
bertekanan sedang dapat digunakan untuk proses fotokimia, misalnya untuk proses
deklorinasi dan deozonisasi. Tabel 2.9 memberikan perbandingan antara lampu UV
bertekanan rendah dengan lampu UV bertekanan sedang.
Tabel 2.9 Perbandingan Lampu UV
Parameter
|
Lampu UV
Bertekanan Rendah |
Lampu UV
Bertekanan Sedang |
Spektrum UV
|
Sempit
|
Lebar
|
Panjang Gelombang UV
|
Sekitar 254 nm
|
200 nm – 280
nm
|
Efisiensi daya listrik menjadi UV-C
|
40 %
|
15 %
|
Daya Lampu
|
0.5 W/cm
|
100 W/cm
|
Flux radiasi UV-C
|
0.2 W/cm
|
15 W/cm
|
Input Daya Listrik
|
5 – 80 W
|
0.4 – 7 Kw
|
Sumber : UV Light Technology Limited,
Inggris
2. Pengolahan Kimia
Pengolahan kimia dilakukan dengan
menambahkan bahan kimia tertentu yang bertujuan untuk menyisihkan senyawa
organik maupun senyawa anorganik dalam air. Penambahan bahan kimia ini bersifat
spesifik, tergantung jenis dan konsentrasi polutan dalam air baku. Proses
pengolahan air yang menggunakan prinsip pengolahan secara kimia antara lain
koagulasi, proses penghilangan kesadahan dalam air, serta proses desinfeksi
menggunakan klor. Penambahan bahan kimia dapat menyebabkan perubahan komposisi
kimia dalam air seperti perubahan pH sehingga mengharuskan adanya penambahan
zat kimia lain untuk menyesuaikan dengan pengolahan selanjutnya.
2.1. Flokulasi
Air baku yang keruh setelah diendapkan dalam jangka waktu
tertentu masih tetap keruh karena adanya koloid yang melayang-layang di dalam
air. Koloid ini memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat diendapkan,
dengan demikian efek gravitasi sedikit atau hampir tidak ada pengaruhnya
terhadap proses pemisahan kontaminan. Proses pemisahan diefektifkan dengan
penambahan bahan kimia tertentu dalam air baku. Setelah pencampuran tersebut,
terjadi proses koagulasi (proses pembekuan/ penggumpalan). Secara kimia, hal
ini merupakan proses destabilisasi muatan
pada zat padat yang terlarut oleh zat kimia koagulan sehingga zat padat
tersebut menggumpal dan dapat diendapkan dengan mudah. Destabilisasi partikel
dapat dilakukan melalui mekanisme sebagai berikut :
- Pemanfaatan
lapisan ganda elektrik.
- Adsorpsi dan
netralisasi muatan.
- Penjaringan
partikel koloid dalam presipitat.
- Adsorpsi dan
pengikatan antar partikel.
Pada prinsipnya, zat kimia atau koagulan yang dapat dipakai
adalah semua unsur dengan kation bervalensi dua keatas yang mempunyai daya elektrolit
yang kuat, misalnya Fe, Al, Ba. Bahan kimia yang sering digunakan dalam proses
koagulasi adalah alum (Al) dalam bentuk Aluminium
Sulfat atau tawas (Al3(SO4)2.18H2O) dan Poli Aluminium Chloride (PAC).
Setelah proses koagulasi dilakukan flokulasi untuk mempercepat terbentuknya
gumpalan-gumpalan koloid yang dapat diendapkan secara lebih mudah.
Flokulasi adalah tahap pengadukan lambat yang mengikuti unit
pengaduk cepat. Proses ini bertujuan untuk mempercepat laju tumbukan partikel,
sehingga menyebabkan aglomerasi dari
partikel koloid terdestabilisasi secara elektrolitik kepada ukuran yang
terendapkan dan tersaring.
Flokulasi dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang tepat
untuk memperbesar flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada bak flokulasi
harus diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin ke hilir semakin lambat.
Pada umumnya waktu detensi pada bak ini adalah 20 – 40 menit. Hal tersebut
dilakukan karena flok yang telah mencapai ukuran tertentu tidak bisa menahan
gaya tarik dari aliran air dan menyebabkan flok pecah kembali, oleh sebab itu
kecepatan pengadukan dan waktu detensi dibatasi. Konstruksi dari unit flokulasi
harus bisa menghindari aliran mati pada bak. Terdapat beberapa kategori sistem
pengadukan untuk melakukan flokulasi ini, yaitu pengaduk mekanis dan pengadukan
menggunakan baffle channel basins
2.2. Ozonisasi
Desinfeksi adalah proses yang bertujuan
untuk membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat di dalam air baku yang
masuk ke dalam instalasi pengolahan air minum. Proses ini tidak berlaku bagi
mikroorganisme yang berada dalam bentuk spora. Terdapat berbagai metode untuk
melakukan desinfeksi, antara lain dengan penggunaan zat pengoksidasi (ozon,
halogen, senyawa halogen), kation dari logam berat (perak, emas, merkuri),
senyawa organik, senyawa berbentuk gas, dan pengolahan fisik (panas, UV, pH)
(Chang, 1971 dikutip dalam Reynolds, 1982).
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan desinfektan yang akan digunakan adalah kemampuan desinfektan untuk
memerangi kontaminasi yang terjadi setelah pengolahan pada sistem ditribusi air
sehingga desinfektan yang terpilih harus memiliki kekuatan desinfeksi yang
tersisa di dalam air selama proses distribusi terjadi.
Ozon merupakan senyawa oksigen yang terbentuk dari tiga atom
oksigen (O3) dan mempunyai sifat sebagai oksidator kuat. Secara alamiah ozon
terbentuk melalui dua cara yaitu melalui bantuan radiasi sinar ultraviolet matahari
pada atmosfer bumi dan kilat yang terjadi di udara. Proses ozonisasi dalam
pengolahan air minum dilakukan berdasarkan prinsip pembentukan ozon secara
alamiah. Melalui dua cara diatas, ikatan atom dari 3 molekul oksigen (O2) akan
terpecah dan membentuk 2 molekul ozon (O3). Ikatan atom yang membentuk ozon
sangat lemah sehingga ozon yang terbentuk dapat cepat kembali menjadi oksigen
(O2). Hal ini menyebabkan ozon mempunyai sifat oksidator yang kuat. Data
kimiawi ozon terdapat pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Data Kimiawi Ozon
Rumus Kimia
|
O3
|
Sifat
|
Oksidator
|
Berat Molekul
|
48
|
Konsentrasi
|
< 18 % dari
massa oksigen
|
Titik Didih
|
-111.9 oC
|
Titik Beku
|
– 192.7 oC
|
Temperatur Kritis
|
-12.1 oC
|
Tekanan Kritis
|
54,6 atm
|
Kelarutan dalam Air
|
3 ppm pada 20 oC
|
Potensial Elektrokimia
|
-2.07 V
|
Densitas
|
2.14 Kg O3/m3 pada 0 oC 1013 mbar
|
Densitas Relatif (dengan udara)
|
1.7
|
Sumber: Lenntech
Water treatment & air purification Holding B.V, Rotterdam
Secara kimiawi, ozon tersusun atas tiga
atom oksigen yang mempunyai ikatan tunggal dan ikatan ganda. Ikatan tunggal
yang terjadi merupakan ikatan tunggal yang sama dengan ikatan tunggal yang
terjadi pada peroksida, dimana ikatan ini sangat lemah dan jika terlepas
menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Ikatan ganda yang terjadi merupakan
ikatan kimia yang biasa terjadi pada oksigen (O2) dimana ikatan ini sangat
stabil dan tidak reaktif.
Ozon mempunyai waktu paruh sekitar 25 menit dalam air destilasi
yang mempunyai temperatur 20 oC. Waktu paruh
ini akan berkurang jika berada dalam air biasa. Radiasi sinar ultraviolet
dengan panjang gelombang 254 Nm dapat mengubah ozon dalam air menjadi oksigen
dan radikal bebas hidroksil. Ozon efektif mengoksidasi berbagai jenis zat
pencemar dalam air tanpa meninggalkan zat sisa yang tidak diinginkan atau
mengubah pH air secara signifikan. Ozonisasi dalam instalasi pengolahan air
minum mempunyai beberapa manfaat, antara lain untuk desinfeksi mikroorganisme
organik patogen, menghilangkan bau dan rasa yang tidak diinginkan (biasanya
berasal dari ion S-2), serta
menjernihkan air akibat adanya senyawa organik terlarut. Dalam sistem
pengolahan air minum, penggunaan sistem ozonisasi disertai dengan penggunaan
saringan karbon aktif yang bertujuan untuk mengefektifkan pengolahan terutama
untuk menghilangkan zat-zat pencemar organik. Gambar 2.3 – 2.6 memperlihatkan
mekanisme kerja ozon dalam menghilangkan zat-zat pencemar organik.
2.2.1. Pembentukan Ozon dengan Sinar Ultraviolet
Ozon dibuat dengan cara melewatkan udara pada sinar ultraviolet
yang dihasilkan dari lampu UV. Sinar UV yang dihasilkan oleh lampu akan
mengubah sejumlah kecil senyawa oksigen dalam udara menjadi ozon. Cahaya lampu
yang digunakan tergantung pada panjang gelombang cahaya yang digunakan dan
spektrum elektromagnetiknya. Panjang gelombang cahaya yang umum digunakan dalam
generator ozon dengan sistem UV adalah 185 nm yang merupakan panjang gelombang
cahaya yang paling efektif dalam pembentukan ozon. Konsentrasi ozon yang
dihasilkan dari metode ini sekitar 0,01 % sampai 0,1 % dari konsentrasi
udara yang diolah. Konsentrasi ini
bersifat fluktuatif karena sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan intensitas
sinar UV yang dihasilkan dari lampu, yang akan berkurang seiring dengan lamanya
pemakaian.
2.2.2.
Pembentukan Ozon dengan Arus Listrik
Ozon dibuat dengan cara melewatkan udara
atau oksigen murni melalui listrik bertegangan tinggi yang akan memecah molekul
oksigen dan membentuknya kembali menjadi ozon. Konsentrasi ozon yang dihasilkan
berkisar antara 1% hingga 20% dari konsentrasi udara yang diolah, tergantung
dari konsentrasi oksigen dari udara awal. Dalam sistem ini digunakan oksigen
konsentrator yang akan memisahkan oksigen dari senyawa-senyawa lain, terutama
nitrogen, yang terdapat di udara. Hal ini berguna untuk menambah jumlah ozon
yang dihasilkan serta mencegah terjadinya korosi dalam sistem pengolahan yang
disebabkan oleh adanya asam nitrit (HNO3) yang terbentuk dari reaksi antara uap
air (kelembaban) dengan nitrogen oksida (NO2).
2.2.3. Ozon
untuk menghilangkan bau, rasa, dan warna
Ozon mampu menghilangkan warna dalam air yang disebabkan oleh
senyawasenyawa organik dengan cara memecahkan ikatan atom-atom karbon yang
terdapat dalam senyawa organik. Dalam proses ini akan dihasilkan aldehid,
keton, dan asam yang dipengaruhi oleh senyawa-senyawa organik yang diuraikan,
dosis ozon yang diberikan, serta waktu kontak. Proses oksidasi menggunakan ozon
dapat mengurangi atau menghilangkan warna yang disebabkan oleh senyawasenyawa
organik. Koloid dan partikel-partikel terlarut yang menyebabkan warna dalam air
dapat dihilangkan dengan filtrasi. Efek mikrofiltrasi ozon dapat dimanfaatkan dalam proses koagulasi koloid
organik dan partikel-partikel terlarut yang akan membantu proses filtrasi.
Oksidasi senyawa-senyawa organik dapat meningkatkan biodegradasi karbon
organik. Jika biodegradasi karbon organik tidak dihilangkan atau proses
klorinasi yang dilakukan tidak mampu menghilangkan senyawa-senyawa organik yang
ada dalam air, dapat menyebabkan pertumbuhan kembali mikroorganisme dalam
sistem distribusi.
Bau dan rasa yang tidak diinginkankan dapat disebabkan oleh
adanya bahanbahan organik dan bahan anorganik. Ion sulfit (S-2) merupakan senyawa kimia utama yang menyebabkan
timbulnya bau dan rasa. Ion-ion lain yang dapat menimbulkan bau dan rasa dalam
sistem distribusi air adalah besi, tembaga, dan seng. Dalam distribusi air
bersih dengan kandungan oksigen terlarut yang kurang mencukupi, proses
dekomposisi secara anaerobik akan menghasilkan senyawasenyawa yang
teridentifikasi sebagai penyebab terjadinya masalah-masalah estetika dalam
distribusi air bersih. Berbagai jenis senyawa yang berada dalam air baku dapat
menimbulkan bau dan rasa yang tidak diinginkan. Selain itu, pertumbuhan kembali
mikroorganisme dalam sistem distribusi juga dapat menimbulkan bau dan rasa yang
tidak diinginkan pada air yang digunakan oleh pelanggan. Sisa oksidan yang
tinggi dalam proses ozonisasi dapat memperlambat proses reaksi senyawa organik
dalam sistem distribusi air bersih sehingga mengurangi timbulnya bau dan rasa
yang disebabkan terbentuknya ion sulfit.
2.2.4.
Perbandingan Ozon dan Klorin sebagai Disinfektan
Selain sebagai oksidator kuat, ozon juga merupakan desinfektan
kuat yang dapat digunakan tanpa penambahan bahan kimia tertentu. Dalam
penggunaannya, ozon dapat berubah menjadi oksigen, senyawa yang tidak beracun,
dan aman bagi lingkungan. Di berbagai negara maju, seperti Amerika Serikat,
Inggris dan Jerman, ozon dimanfaatkan untuk menghilangkan warna, menghilangkan
bau dan rasa, menghilangkan senyawa-senyawa organik, mikroflokulasi, oksidasi mangan dan
besi, sebagai desinfektan, serta mematikan virus. Tabel 2.11 menunjukkan
perbandingan koefisien mematikan spesifik (Specific Lethality Coefficients) antara ozon dengan berbagai senyawa
klor.
Tabel 2.11
Koefisien Mematikan Spesifik (Specific Lethality Coefficients) pada Suhu 5 oC
Koefisien Mematikan Spesifik (Specific Lethality Coefficients) pada Suhu 5 oC
Senyawa
|
Bakteri
Enterik
|
Dinding
Sel Amoeba
|
Virus
|
Spora
|
Ozon
|
500
|
0.5
|
5
|
2
|
HOCL
|
20
|
0.05
|
1
|
0.05
|
OCL
|
0.2
|
0.0005
|
<0 .02="" o:p="">0>
|
<0 .0005="" o:p="">0>
NH2CL
0.1
0.002
0.0005
0.001
Sebagai
desinfektan, ozon mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan klorin atau
desinfektan lainnya karena mempunyai daya oksidasi yang kuat sehingga dapat
menghilangkan endotoksin (pyrogenic lippopolysaccharides) dan Total Organic Carbon (TOC). Selain itu, ozon mempunyai koefisien mematikan (lethality coefficient) yang lebih besar
daripada klor sehingga lebih efektif dalam membunuh mikroorganisme dan virus.
Tidak ada komentar:
Write komentar